Selamat Datang di Dila's Blog

Kamis, 01 Desember 2011

STRATEGI PENGELOLAAN LABORATORIUM SAINS


PENDAHULUAN
Kualitas pendidikan dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain tersedianya sarana prasarana pendidikan yang memadai dan sumberdaya manusia pendidikan yang berkompeten. Keduanya merupakan komponen input yang sangat penting dalam mendukung kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu, perlu dilakukan peningkatan baik dari segi kuantitas, kualitas, maupun sistem pengelolaannya. Salah satu sarana pendidikan yang berfungsi sebagai penunjang dalam pelaksanaan proses pembelajaran di sekolah, terutama yang berhubungan dengan kegiatan praktikum adalah Laboratorium.
Laboratorium sering diartikan sebagai suatu ruang atau tempat dilakukannya percobaan atau penelitian. Pada pembelajaran sain termasuk kimia di dalamnya keberadaan laboratorium menjadi sangat penting. Pada konteks proses belajar mengajar sains di sekolah-sekolah seringkali istilah laboratorium diartikan dalam pengertian sempit yaitu suatu ruangan yang didalamnya terdapat sejumlah alat-alat dan bahan praktikum. Atas dasar inilah pembahasan kita tentang pengelolaan laboratorium akan dibatasi pada laboratorium yang berupa ruang tertutup.
Laboratorium IPA berfungsi sebagai tempat berlangsungnya kegiatan pembelajaran yang memerlukan peralatan khusus yang tidak mudah dihadirkan di ruang kelas. Dengan kata lain, laboratorium IPA (fisika, kimia, dan biologi) berfungsi sebagai tempat pembelajar dalam upaya meniru ahli IPA mengungkap rahasia alam dalam bentuk proses pembelajaran. Oleh karena itu, kepala sekolah, pengelola, guru IPA, dan unsur-unsur terkait lainnya harus mampu mengelola dan memanfaatkan laboratorium IPA secara efektif dan efisien, sehingga dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar IPA bagi siswa (Sutrisno : 2007).
Kelancaran suatu laboratorium ditunjang oleh sarana dan prasarana laboratorium yang lengkapserta pengelolaan atau pengorganisasian yang baik. Pengelolaan merupakan proses pendayagunaan sumber daya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu sasaran yang diharapkan secara optimal dengan memperhatikan keberlanjutan sumber daya.
ISI
Pemilihan laboratorium untuk masing-masing mata pelajaran mempunyai persyaratan tertentu pula, terutama untuk memilih laboratorium yang digunakan untuk praktikum kimia. Laboratorium kimia hendaknya dipilih yang letaknya di arah mata angin, bila tidak demikian gas-gas atau uap yang dihasilkan oleh laboratorium kimia akan terbawa angin dan mengganggu ruangan-ruangan lainnya. Untuk memperlancar pekerjaaan hendaknya gudang dibangun berdekatan dengan ruang persiapan. (Hadiat : 1979)
Dalam pengelolahan laboratorium meliputi beberapa aspek yaitu sebagai berikut  (Sugrani : 2009):
1.      Perencanaan
Tugas yang paling sukar dan banyak memerlukan waktu dan tenaga ialah mengorganisasikan laboratorium. Termasuk di dalam tugas ini diantaranya ialah mengatur dan memelihara alat dan bahan, mengadakan dan membeli alat dan bahan, menjaga disiplin laboratorium dan menjaga keselamatan laboratorium. Untuk menjalankan tugas yang sangat berat ini kadang-kadang diperlukan keahlian khusus.
Seorang guru IPA diharapkan tidak hanya saja tahu bagaimana mengajarkan IPA sesuai dengan bidangnya, tetapi juga harus tahu bagaimana alat dan bahan pelajaran IPA dikelolahnya. Lebih-lebih jika guru yang bersangkutan diserahi untuk mengelolah laboratorium, dalam hal ini ia tidak hanya harus tahu bagaimana mengurusi alat dan bahan tetapi juga harus tahu bagaimana mengorganisasikan laboratorium itu hingga semua pekerjaan dan keamanan laboratorium dapat berjalan dengan baik.
Semua perangkat-perangkat di laboratorium jika dikelola secara optimal akan mendukung implementasi manajemen laboratorium yang baik. Dengan demikian manajemen laboratorium dapat dipahami sebagai suatu tindakan pengelolaan yang kompleks dan terarah sejak dari perencanaan tata ruang sampai dengan perencanaan semua perangkat penunjang lainnya dengan pusat aktivitasnya adalah tata ruang ( Tim Dosen : 2009).

2.      Penataan
Pemakai laboratorium hendaknya memahami tata letak atau layout bangunan laboratorium. Pembangunan suatu laboratorium tidak dipercayakan begitu saja kepada seorang arsitektur bangunan. Bangunan laboratorium tidak sama dengan bangunan kelas. Banyak faktor yang harus dipertimbangkan sebelum membangun laboratorium. Faktor-faktor tersebut antara lain lokasi bangunan laboratorium dan ukuran-ukuran ruang.
Persyaratan lokasi pembangunan laboratorium antara lain tidak terletak pada arah angin yang menuju bangunan lain atau pemukiman. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari penyebaran gas-gas berbahaya. Bangunan laboratorium tidak berdekatan atau dibangun pada lokasi sumber air. Bangunan laboratorium jangan terlalu dekat dengan bangunan lainnya. Lokasi laboratorium harus mudah dijangkau untuk pengontrolan dan memudahkan tindakan lainnya misalnya apabila terjadi kebakaran, mobil kebakaran harus dapat menjangkau bangunan laboratorium.
Selain persyaratan lokasi, perlu diperhatikan pula tata letak ruangan. Ruangan laboratorium untuk pembelajaran sain umumnya terdiri dari ruang utama dan ruang-ruang pelengkap. Ruang utama adalah ruangan tempat para siswa atau mahasiswa melakukan praktikum. Ruang pelengkap umumnya terdiri dari ruang persiapan dan ruang penyimpanan. Ruang persiapan digunakan untuk menyiapkan alat-alat dan bahan-bahan yang akan dipakai praktikum atau percobaan baik untuk siswa maupun untuk guru. Ruang penyimpanan atau gudang terutama digunakan untuk menyimpan bahan-bahan persediaan (termasuk bahan kimia) dan alat-alat yang penggunaannya tidak setiap saat (jarang). Selain ruangan-ruangan tersebut, mungkin juga sebuah laboratorium memiliki ruang gelap (dark room), ruangan spesimen, ruangan khusus untuk penyimpanan bahan-bahan kimia dan ruang adminitrasi / staf . Hal ini didasarkan atas pertimbangan keamanan berbagai peralatan laboratorium dan kenyamanan para pengguna laboratorium. Penyimpanan alat-alat di dalam gudang tidak boleh disatukan dengan bahan kimia. Demikian pula penyimpanan alat-alat gelas tidak boleh disatukan dengan alat-alat yang terbuat dari logam.
3.      Pengadministrasian
Administrasi laboratorium meliputi semua kegiatan administrasi di laboratorium antara lain:
a.       Inventarisasi peralatan yang ada. Daftar kebutuhan peralatan baru, alat tambahan, alat rusak dan alat-alat yang dipinjam / dikembalikan.
b.      Surat-menyurat
c.       Jadwal pemakaian laboratorium (praktikum dan penelitian)
d.      Daftar bahan kimia
e.       System evaluasi dan pelaporan.
Inventarisasi juga harus memuatsumber alat dan bahan diperoleh (tahun berapa diperoleh). Inventarisasi bertujuan untuk:
a.       Mencegah kehilangan dan penyalahgunaan
b.      Mengurangi biaya operasional
c.       Meningkatkan proses pekerjaan dan hasilnya
d.      Meningkatkan kualitas kerja
e.       Mencegah pemakaian berlebihan
f.       Meningkatkan kebersamaan. (Tim Dosen : 2009)
4.      Pengamanan, perawatan dan pengawasan.
Masalah penyimpanan alat biasanya ditentukan oleh keadaan laboratorium, artinya ditentukan oleh susunan laboratorium, keadaan prabot dan adanya gudang dan ruang persiapan. Disamping itu masalah ini juga ditentukan oleh pribadi-pribadi pemakai laboratorium, yaitu dimana barang-barang itu harus disimpan yang bagi pemakai laboratorium cukup aman, mudah dicari dan mudah dicapai. Dalam penyimpanan alat hendaknya dibedakan antara alat-alat yang sering digunakan, alat-alat yang boleh diambil sendiri oleh siswa dan alat-alat yang harganya mahal. Alat yang sering digunakan hendaknya disimpan sedemikian hingga mudah diambil dan dikembalikan.
Suasana kerja di dalam laboratorium berbeda dengan suasana kerja di dalam kelas. Di dalam kelas guru dan siswa hanya menghadapi alat-alat pelajaran yang umumnya tidak membahayakan orang yang sedang belajra maupun yang sedang mengajar. Sedangkan di laboratorium alat-alat dan bahan yang digunakan mungkin mendatangkan bahaya. Oleh karena itu pada waktu membimbing siswa bekerja dilaboratorium perlu memperhatikan keamanan kerja.
Jika laboratorium dilengkapi dengan ruang khusus untuk menyimpan bahan-bahan praktikum, terutama zat kimia, maka ruang itu harus memiliki ventilasi yang cukup baik. Di dalam laboratorium itu hanya disediakan secukupnya untuk menghindari terjadinya kebakaran sebagai akibat pecahnya botol zat tersebut karena tersinggung siswa atau kelalaian siswa pada waktu mengambil zat itu (Hadiat : 1979).


KESIMPULAN

Guru-guru yang memakai laboratorium tetapi tidak mendapat tugas untuk mengelola laboratorium, hendaknya memberikan kerjasama yang baik dalam melaksanakan tugasnya. Karena, walaupun ia tidak mendapat tugas dan tanggungjawab untuk laboratorium tetapiia juga mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan segala ketentuan dan peraturan dengan sebaik-baiknya. Disamping itu, sebagai guru, ia pun mempunyai kewajiban untuk menjaga disiplin terutama disiplin di dalam laboratorium, dengan ketat dan baik. Kelengahan dalam tugas yang ia lakukan akan menyebabkan kelengahan yang lain, dan ini mungkin akan menjadi sumber malapetaka. Oleh sebab itu, tugas dan tanggung jawab ini tidak hanya harus dipenuhi oleh pengelola laboratorium.
Untuk menjaga keamanan dan keselamatan laboratorium hendaknya disiplin di dalam laboratorium selalu mendapat perhatian penuh. Disiplin di dalam laboratorium hendaknya lebih diketatkan daripada disiplin di dalam kelas. Karena sekali disiplin dilanggar dan dibiarkan maka akan sukarlah untuk langkah-langkah berikutnya dalam usaha menjaga keamanan dan keselamatan. Memang, kebebasan merupakan kunci pendidikan modern, tetapi kebebasan tidak berarti tanpa disiplin, terutama bagi mereka yang bekerja di laboratorium. Perlu ditekankan kepada siswa bahwa disiplin ini bukan untuk kepentingan guru sendiri, tetapi juga untuk kepentingan siswa, agar dalam pekerjaannya tidak berbahagia bagi dirinya maupun orang lain. Perlu diingat bahwa di dalam laboratorium banyak bahan-bahan yang dapat menimbulkan bahaya, tidak hanya saja bahaya kerusakan tetapi juga bahaya kematian.

DAFTAR PUSTAKA

Hadiat.(1979). Pengelolaan Laboratorium Sekolah dan Manual Alat Pengetahuan Alam. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Setiawan, W. (2000). Pengelolaan Laboratorium Biologi (On Line) http://www.p4tkipa.org/data/BAB%20I%20pendahuluan.pdf
Sugrani, A. (2009). Perbandingan Laboratorium Kimia Universitas Groningen dengan Laboratorium Kimia Universitas Lampung. Makasar: Program S2 Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin
Sutrisno, W. (2007). Pemeliharaan Fasilitas Laboratorium Fisika untuk Diklat Teknisi Laboratorium. Bandung: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan IPA
Tim Dosen. (2009). Pengelolaan Laboratorium. Medan: Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan










PERKEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN

PERKEMBANGAN MEDIA
PENDAHULUAN
Catatan human Development Index (HDI), menunjukkan mutu guru di Indonesia masih jauh dari memadai untuk melakukan perubahan yang sifatnya mendasar seperti Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Dari data statistik HDI terdapat 60% guru SD, 40% SLTP, 43% SMA dan 34% SMK dianggap belum layak untuk mengajar di jenjang masing-masing. Selain itu, 17,2% guru atau setara dengan 69.477 guru mengajar bukan bidang studinya (Suwar, 2007).
Mutu guru di Indonesia yang masih sangat rendah merupakan salah satu penyebab rendahnya kualitas pendidikan di negeri ini. Masih banyak ditemukan guru yang belum memiliki kemampuan memilih pendekatan, metode dan media yang tepat dalam pembelajaran. Padahal penggunaan pendekatan, metode dan media yang tepat sangat menentukan keberhasilan proses pengajaran dan hasil belajar siswa.
Kimia merupakan salah satu mata pelajaran yang dianggap abstrak dan imajinatif, sehingga dalam proses pembelajarannya guru dituntut kreatif dan memanfaatkan media pembelajaran. Pemanfaatan media yang ada bertujuan untuk menghilangkan tingkat kejenuhan dan kebingungan siswa pada saat proses pembelajaran. Selain itu siswa akan mudah memahami suatu materi pelajaran yang diajarkan.
Pembelajaran yang bermakna akan membawa siswa pada pengalaman belajar yang mengesankan. Pengalaman yang diperoleh siswa akan semakin berkesan apabila proses pembelajaran yang diperoleh merupakan hasil dari penemuan dan pemahaman sendiri Dalam konteks ini siswa mengalami dan melakukannya sendiri. Proses pembelajaran yang berlangsung melibatkan siswa sepenuhnya untuk merumuskan sendiri suatu konsep. Keterlibatan guru hanya sebagai fasilitator dan moderator dalam proses pembelajaran tersebut (Zuhrotul:2010).
Secara umum, manfaat media dalam proses pembelajaran (Sadiman, dkk. 2007:17) adalah dapat memperjelas penyampaian pesan agar tidak bersifat verbalistis (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan), mengatasi keterbatasan ruang, waktu, daya indra: objek kecil, dapat mengatasi sifat pasif anak didik, mempersempit konsep yang terlalu luas: beragam, menyamakan pengalaman dan persepsi, dapat menampilkan peristiwa masa lalu lewat film, menimbulkan rangsangan dan motivasi siswa untuk belajar mandiri sesuai kemampuan dirinya, dapat berinteraksi secara langsung antara anak didik dan lingkungan.
Selain untuk membantu siswa dalam pemahaman lebih konkrit, pemanfaatan media yang dipilih guru dalam proses pembelajaran memegang peranan penting.Sesuai dengan makna yang terkandung dalam pengertian media, eksistensinya akan membantu siswa dalam memahami sesuatu yang sedang dipelajari dan dikajinya dengan berbagai kemudahan-kemudahan.
Penelitian Retno (2009) mengemukakan bahwa pada pokok bahasan kemas rapat geometri yang disajikan secara integrasi melalui perkuliahan dan praktikum membuat media peraga kemas rapat geometri (molecul modeling) mampu mengatasi miskonsepsi mahasiswa dalam Kimia Anorganik. Dengan teratasinya miskonsepsi tersebut maka prestasi belajar mahasiswa meningkat signifikan. Hal ini ditunjukan dengan skor gain ternormalisasi (g) = 0,511 yang termasuk dalam kategori sedang. Mahasiswa mengaku terdapat relevansi / kesesuaian alat peraga dengan materi pokok bahasan (86%). Disamping itu tampilan dan bentuk alat peraga mereka sangat positif dengan rerata skor 85% dan 82%.
Keberhasilan ini tidak terlepas dari peranan guru sebagai pendidik, hal ini terlihat dari kemampuan yang dimiliki guru dalam proses pembelajaran. Pendidikan dapat berhasil apabila terdapat peranan guru yang professional. Pembelajaran di kelas dapat dilakukan secara efektif apabila dilakukan dengan langkah-langkah yang tepat.




ISI
Jika guru mampu mengelola proses pembelajaran dan mampu menciptakan sistem pembelajaran yang efektif maka kualitas proses belajar akan tercapai. Tetapi jika guru masih terpaku pada paradigma lama dimana hanya memandang keberhasilan proses belajar mengajar ditentukan nilai akhir saja maka kualitas pembelajaran tidak akan mencapai kemajuan.
Menurut paradigma behavioristik, belajar merupakan transmisi pengetahuan dari expert ke novice. Berdasarkan konsep ini, peran guru adalah menyediakan dan menuangkan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Guru mempersepsi diri berhasil dalam pekerjaannnya apabila dia dapat menuangkan pengetahuan sebanyakbanyaknya ke kepala siswa dan siswa dipersepsi berhasil apabila mereka tunduk menerima pengetahuan yang dituangkan guru kepada mereka. Praktek pendidikan yang berorientasi pada persepsi semacam itu adalah bersifat induktrinasi, sehingga akan berdampak pada penjinakan kognitif para siswa, menghalangi perkembangan kreativitas siswa, dan memenggal peluang siswa untuk mencapai higher order thinking.
Akhir-akhir ini, konsep belajar didekati menurut paradigma konstruktivisme. Menurut paham konstruktivistik, belajar merupakan hasil konstruksi sendiri (pebelajar) sebagai hasil interaksinya terhadap lingkungan belajar. Pengkonstruksian pemahaman dalam ivent belajar dapat melalui proses asimilasi atau akomodasi. Secara hakiki, asimilasi dan akomodasi terjadi sebagai usaha pebelajar untuk menyempurnakan atau merubah pengetahuan yang telah ada di benaknya (Heinich, et.al., 2002). Pengetahuan yang telah dimiliki oleh pebelajar sering pula diistilahkan sebagai prakonsepsi.
Proses asimilasi terjadi apabila terdapat kesesuaian antara pengalaman baru dengan prakonsepsi yang dimiliki pebelajar. Sedangkan proses akomodasi adalah suatu proses adaptasi, evolusi, atau perubahan yang terjadi sebagai akibat pengalaman baru pebelajar yang tidak sesuai dengan prakonsepsinya. Tinjauan filosofis, psikologi kognitif, psikologi sosial, dan teori sains sepakat menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan (Dole & Sinatra, 1998).
Siswa sendiri yang melakukan perubahan tentang pengetahuannya. Peran guru dalam pembelajaran adalah sebagai fasilitator, mediator, dan pembimbing. Jadi guru hanya dapat membantu proses perubahan pengetahuan di kepala siswa melalui perannya menyiapkan scaffolding dan guiding, sehingga siswa dapat mencapai tingkatan pemahaman yang lebih sempurna dibandingkan dengan pengetahuan sebelumnya. Guru menyiapkan tanggga yang efektif, tetapi siswa sendiri yang memanjat melalui tangga tersebut untuk mencapai pemahaman yang lebih dalam.
Berdasarkan paradigma konstruktivisme tentang belajar tersebut, maka prinsip media mediated instruction menempati posisi cukup strategis dalam rangka mewujudkan ivent belajar secara optimal. Ivent belajar yang optimal merupakan salah satu indicator untuk mewujudkan hasil belajar peserta didik yang optimal pula. Hasil belajar yang optimal juga merupakan salah satu cerminan hasil pendidikan yang berkualitas. Pendidikan yang berkualitas memerlukan sumber daya guru yang mampu dan siap berperan secara profesional dalam lingkungan sekolah dan masyarakat (Heinich et.al., 2002; Ibrahim, 1997; Ibrahim et.al., 2001).
Dalam era perkembangan Iptek yang begitu pesat dewasa ini, profesionalisme guru tidak cukup hanya dengan kemampuan membelajarkan siswa, tetapi juga harus mampu mengelola informasi dan lingkungan untuk memfasilitasi kegiatan belajar siswa (Ibrahim, et.al., 2001). Konsep lingkungan meliputi tempat belajar, metode, media, sistem penilaian, serta sarana dan prasarana yang diperlukan untuk mengemas pembelajaran dan mengatur bimbingan belajar sehingga memudahkan siswa belajar. Dampak perkembangan Iptek terhadap proses pembelajaran adalah diperkayanya sumber dan media pembelajaran, seperti buku teks, modul, overhead transparansi, film, video, televisi, slide, hypertext, web, dan sebagainya.
Guru profesional dituntut mampu memilih dan menggunakan berbagai jenis media pembelajaran yang ada di sekitarnya. Makalah ini menyajikan ringkasan mengenai arti, posisi, dan fungsi media pembelajaran; landasan penggunaan media pembelajaran; perangkat dan klasifikasi media pembelajaran; dan karakteristik media pembelajaran dua dan tiga dimensi. Ringkasan ini diharapkan dapat berperan sebagai salah satu pendukung bagi para guru untuk menuju pemenuhan tuntutan profesionalisme.
Kata media merupakan bentuk jamak dari kata medium. Medium dapat didefinisikan sebagai perantara atau pengantar terjadinya komunikasi dari pengirim menuju penerima (Heinich et.al., 2002; Ibrahim, 1997; Ibrahim et.al., 2001). Media merupakan salah satu komponen komunikasi, yaitu sebagai pembawa pesan dari komunikator menuju komunikan (Criticos, 1996). Berdasarkan definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa proses pembelajaran merupakan proses komunikasi. Proses pembelajaran mengandung lima komponen komunikasi, guru (komunikator), bahan pembelajaran, media pembelajaran, siswa (komunikan), dan tujuan pembelajaran. Jadi, Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (bahan pembelajaran), sehingga dapat merangsang perhatian, minat, pikiran, dan perasaan siswa dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan belajar.
Oleh karena proses pembelajaran merupakan proses komunikasi dan berlangsung dalam suatu sistem, maka media pembelajaran menempati posisi yang cukup penting sebagai salah satu komponen sistem pembelajaran. Tanpa media, komunikasi tidak akan terjadi dan proses pembelajaran sebagai proses komunikasi juga tidak akan bisa berlangsung secara optimal. Media pembelajaran adalah komponen integral dari sistem pembelajaran. Posisi media pembelajaran sebagai komponen komunikasi ditunjukkan pada Gambar 1.

Dalam proses pembelajaran, media memiliki fungsi sebagai pembawa informasi dari sumber (guru) menuju penerima (siswa). Sedangkan metode adalah prosedur untuk membantu siswa dalam menerima dan mengolah informasi guna mencapai tujuan pembelajaran. Fungsi media dalam proses pembelajaran ditunjukkan pada Gambar 2.

Dalam kegiatan interaksi antara siswa dengan lingkungan, fungsi media dapat diketahui berdasarkan adanya kelebihan media dan hambatan yang mungkin timbul dalam proses pembelajaran. Tiga kelebihan kemampuan media (Gerlach & Ely dalam Ibrahim, et.al., 2001) adalah sebagai berikut. Pertama, kemapuan fiksatif, artinya dapat menangkap, menyimpan, dan menampilkan kembali suatu obyek atau kejadian. Dengan kemampuan ini, obyek atau kejadian dapat digambar, dipotret, direkam, difilmkan, kemudian dapat disimpan dan pada saat diperlukan dapat ditunjukkan dan diamati kembali seperti kejadian aslinya. Kedua, kemampuan manipulatif, artinya media dapat menampilkan kembali obyek atau kejadian dengan berbagai macam perubahan (manipulasi) sesuai keperluan, misalnya diubah ukurannya, kecepatannya, warnanya, serta dapat pula diulang-ulang penyajiannya. Ketiga, kemampuan distributif, artinya media mampu menjangkau audien yang besar jumlahnya dalam satu kali penyajian secara serempak, misalnya siaran TV atau Radio.
Pengembangan media pembelajaran hendaknya diupayakan untuk memanfaatkan kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh media tersebut dan berusaha menghindari hambatan-hambatan yang mungkin muncul dalam proses pembelajaran. Secara rinci, fungsi media dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut.
1. Menyaksikan benda yang ada atau peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Dengan perantaraan gambar, potret, slide, film, video, atau media yang lain, siswa dapat memperoleh gambaran yang nyata tentang benda/peristiwa sejarah.
2. Mengamati benda/peristiwa yang sukar dikunjungi, baik karena jaraknya jauh, berbahaya, atau terlarang. Misalnya, video tentang kehidupan harimau di hutan, keadaan dan kesibukan di pusat reaktor nuklir, dan sebagainya.
3. Memperoleh gambaran yang jelas tentang benda/hal-hal yang sukar diamati secara langsung karena ukurannya yang tidak memungkinkan, baik karena terlalu besar atau terlalu kecil. Misalnya dengan perantaraan paket siswa dapat memperoleh gambaran yang jelas tentang bendungan dan kompleks pembangkit listrik, dengan slide dan film siswa memperoleh gambaran tentang bakteri, amuba, dan sebaginya.
4. Mendengar suara yang sukar ditangkap dengan telinga secara langsung. Misalnya, rekaman suara denyut jantung dan sebagainya.
5. Mengamati dengan teliti binatang-binatang yang sukar diamati secara langsung karena sukar ditangkap. Dengan bantuan gambar, potret, slide, film atau video siswa dapat mengamati berbagai macam serangga, burung hantu, kelelawar, dan sebagainya.
6. Mengamati peristiwa-peristiwa yang jarang terjadi atau berbahaya untuk didekati. Dengan slide, film, atau video siswa dapat mengamati pelangi, gunung meletus, pertempuran, dan sebagainya.
7. Mengamati dengan jelas benda-benda yang mudah rusak/sukar diawetkan. Dengan menggunakan model/benda tiruan siswa dapat memperoleh gambaran yang jelas tentang organ-organ tubuh manusia seperti jantung, paru-paru, alat pencernaan, dan sebagainya.
8. Dengan mudah membandingkan sesuatu. Dengan bantuan gambar, model atau foto siswa dapat dengan mudah membandingkan dua benda yang berbeda sifat ukuran, warna, dan sebagainya.
9. Dapat melihat secara cepat suatu proses yang berlangsung secara lambat. Dengan video, proses perkembangan katak dari telur sampai menjadi katak dapat diamati hanya dalam waktu beberapa menit. Bunga dari kuncup sampai mekar yang berlangsung beberapa hari, dengan bantuan film dapat diamati hanya dalam beberapa detik.
10. Dapat melihat secara lambat gerakan-gerakan yang berlangsung secara cepat. Dengan bantuan film atau video, siswa dapat mengamati dengan jelas gaya lompat tinggi, teknik loncat indah, yang disajikan secara lambat atau pada saat tertentu dihentikan.
11. Mengamati gerakan-gerakan mesin/alat yang sukar diamati secara langsung. Dengan film atau video dapat dengan mudah siswa mengamati jalannya mesin 4 tak, 2 tak, dan sebagainya.
12. Melihat bagian-bagian yang tersembunyi dari sutau alat. Dengan diagram, bagan, model, siswa dapat mengamati bagian mesin yang sukar diamati secara langsung.
13. Melihat ringkasan dari suatu rangkaian pengamatan yang panjang/lama. Setelah siswa melihat proses penggilingan tebu atau di pabrik gula, kemudian dapat mengamati secara ringkas proses penggilingan tebu yang disajikan dengan menggunakan film atau video (memantapkan hasil pengamatan).
14. Dapat menjangkau audien yang besar jumlahnya dan mengamati suatu obyek secara serempak. Dengan siaran radio atau televisi ratusan bahkan ribuan mahasiswa dapat mengikuti kuliah yang disajikan seorang profesor dalam waktu yang sama.
15. Dapat belajar sesuai dengan kemampuan, minat, dan temponya masing masing. Dengan modul atau pengajaran berprograma, siswa dapat belajar sesuai dengan kemampuan, kesempatan, dan kecepatan masing-masing.
Media pembelajaran diklasifikasi berdasarkan tujuan pemakaian dan karakteristik jenis media. Terdapat lima model klasifikasi, yaitu menurut: (1) Wilbur Schramm, (2) Gagne, (3) Allen, (4) Gerlach dan Ely, dan (5) Ibrahim. Menurut Schramm, media digolongkan menjadi media rumit, mahal, dan media sederhana. Schramm juga mengelompokkan media menurut kemampuan daya liputan, yaitu (1) liputan luas dan serentak seperti TV, radio, dan facsimile; (2) liputan terbatas pada ruangan, seperti film, video, slide, poster audio tape; (3) media untuk belajar individual, seperti buku, modul, program belajar dengan komputer dam telpon.
Menurut Gagne, media diklasifikasi menjadi tujuh kelompok, yaitu benda untuk didemonstrasikan, komunikasi lisan, media cetak, gambar diam, gambar bergerak, film bersuara, dan mesin belajar. Ketujuh kelompok media pembelajaran tersebut dikaitkan dengan kemampuannya memenuhi fungsi menurut hirarki belajar yang dikembangkan, yaitu pelontar stimulus belajar, penarik minat belajar, contoh prilaku belajar, member kondisi eksternal, menuntun cara berpikir, memasukkan alih ilmu, menilai prestasi, dan pemberi umpan balik.
Menurut Allen, terdapat sembilan kelompok media, yaitu: visual diam, film, televisi, obyek tiga dimensi, rekaman, pelajaran terprogram, demonstrasi, buku teks cetak, dan sajian lisan. Di samping mengklasifikasikan, Allen juga mengaitkan antara jenis media pembelajaran dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Allen melihat bahwa, media tertentu memiliki kelebihan untuk tujuan belajar tertentu tetapi lemah untuk tujuan belajar yang lain. Allen mengungkapkan enam tujuan belajar, antara lain: info faktual, pengenalan visual, prinsip dan konsep, prosedur, keterampilan, dan sikap. Setiap jenis media tersebut memiliki perbedaan kemampuan untuk mencapai tujuan belajar; ada tinggi, sedang, dan rendah.
Menurut Gerlach dan Ely, media dikelompokkan berdasarkan ciri-ciri fisiknya atas delapan kelompok, yaitu benda sebenarnya, presentasi verbal, presentasi grafis, gambar diam, gambar bergerak, rekaman suara, pengajaran terprogram, dan simulasi. Menurut Ibrahim, media dikelompokkan berdasarkan ukuran serta kompleks tidaknya alat dan perlengkapannya atas lima kelompok, yaitu media tanpa proyeksi dua dimensi; media tanpa proyeksi tiga dimensi; media audio; media proyeksi; televisi, video, komputer. Berdasarkan pemahaman atas klasifikasi media pembelajaran tersebut, akan mempermudah para guru atau praktisi lainnya dalam melakukan pemilihan media yang tepat pada waktu merencanakan pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu.  Pemilihan media yang disesuaikan dengan tujuan, materi, serta kemampuan dan karakteristik pebelajar, akan sangat menunjang efisiensi dan efektivitas proses dan hasil pembelajaran.
Widya wisata adalah kegiatan belajar yang dilaksanakan melalui kunjungan ke suatu tempat di luar kelas sebagai bagian integral dari seluruh kegiatan akademis dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan. Keuntungan-keuntungan yang diperoleh dengan belajar melalui widya wisata adalah: siswa memperoleh pengalaman langsung sehingga proses belajar menjadi lebih bermakna, membangkitkan minat siswa untuk menyelidiki, melatih seni hidup bersama dan tanggung jawab bersama, menciptakan kepribadian yang komplit bagi guru dan siswa, mengintegrasikan pengajaran di kelas dengan kehidupan dunia nyata. Sedangkan kelemahan-kelemahannya adalah: sulit dalam pengaturan waktu, memerlukan biaya dan tanggung jawab ekstra, obyek wisata yang jarang memberikan peluang yang tepat dengan tujuan belajar.
Terminologi benda sebenarnya digolongkan atas dua, yaitu obyek dan benda contoh (specimen). Obyek adalah semua benda yang masih dalam keadaan asli dan alami. Sedangkan specimen adalah bendabenda asli atau sebagian benda asli yang digunakan sebagai contoh. Namun ada juga benda asli tidak alami atau benda asli buatan, yaitu jenis benda asli yang telah dimodifikasi bentuknya oleh manusia. Contoh-contoh specimen benda yang masih hidup adalah: akuarium, terrarium, kebun binatang, kebun percobaan, dan insektarium. Contoh-contoh specimen benda yang sudah mati adalah: herbarium, teksidermi, awetan dalam botol, awetan dalam cairan plastik. Contoh-contoh specimen benda yang tak hidup adalah: berbagai benda yang berasal dari batuan dan mineral. Sekarang belajar melalui benda sebenarnya jarang dilakukan. Ada beberapa alasan orang tidak mempelajari benda sebenarnya, yaitu: bendanya sudah tidak ada lagi, kalaupun ada sangat sulit untuk dijangkau, terlelalu besar atau terlalu kecil, sangat berbahaya untuk dipelajari langsung, tidak boleh dilihat, terlalu cepat atau terlalu lambat gerakannya.
Media tiruan sering disebut sebagai model. Belajar melalui model dilakukan untuk pokok bahasan tertentu yang tidak mungkin dapat dilakukan melalui pengalaman langsung atau melalui benda sebenarnya. Ada beberapa tujuan belajar dengan menggunakan model, yaitu: mengatasi kesulitan yang muncul ketika mempelajari obyek yang terlalu besar, untuk mempelajari obyek yang telah menyejarah di masa lampau, untuk mempelajari obyek-obyek yang tak terjangkau secara fisik, untuk mempelajari obyek yang mudak dijangkau tetapi tidak memberikan keterangan yang memadai (misalnya mata manusia, telinga manusia), untuk mempelajari konstruksi-konstruksi yang abstrak, untuk memperliatkan proses dari obyek yang luas (misalnya proses peredaran planit-planit). Keuntungan keuntungan menggunakan model adalah: belajar dapat difokuskan pada bagian yang penting-penting saja, dapat mempertunjukkan struktur dalam suatu obyek, siswa memperoleh pengalaman yang konkrit. Ditinjau dari cara membuat, bentuk dan tujuan penggunaan model dapat dibedakan atas: model perbandingan (misalnya globe), model yang disederhanakan, model irisan, model susunan, model terbuka, model utuh, boneka, dan topeng.
Peta timbul yang secara fisik termasuk model lapangan, adalah peta yang dapat menunjukkan tinggi rendahnya permukaan bumi. Peta timbul memiliki ukuran panjang, lebar, dan dalam. Dengan melihat peta timbul, siswa memperoleh gambaran yang jelas tentang perbedaan letak, tepi pantai, dataran rendah, dataran tinggi, pegunungan, gunung berapi, lembah, danau, sungai. Peta timbul dapat dibuat oleh guru bersama siswa sehingga dapat memupuk daya kreasi, daya imajinasi, dan memupuk rasa tanggung jawab bersama terhadap hasil karya bersama. Bahan yang dapat dipakai membuat peta tilmul adalah semen, tanah liat, serbuk gergaji, bubur kertas karton. Pemilihan bahan disesuaikan dengan keperluan peta timbul yang ingin dibuat.
Globe (model perbandingan), adalah benda tiruan dari bentuk bumi yang diperkecil. Globe dapat memberikan keterangan tentang permukaan bumi pada umumnya dan khususnya tentang lingkungan bumi, aliran sungai, dan langit. Tujuan penggunaan globe adalah: menunjukkan bentuk bumi yang sebenarnya dalam skala kecil, menunjukkan jarak pada suatu titik tertentu, menunjukkan skala-skala tentang jarak pada lingkungan yang luas. Ukuran gloge yang paling umum adalah 8, 12, 16, 20, 24 inci. Globe untuk perseorangan cukup berukuran 8 inci, sedangkan untuk kelas adalah 12 atau 16 inci.
Boneka yang merupakan salah satu model perbandingan adalah benda tiruan dari bentuk manusia dan atau binatang. Sebagai media pendidikan, dalam penggunaannya boneka dimainkan dalam bentuk sandiwara boneka. Penggunaan boneka dalam pendidikan telah populer sejak tahun 1940-an di Amerika. Di Indonesia, penggunaan boneka sudah lumrah, misalnya wayang golek (di Jawa Barat) digunakan untuk memainkan ceritera Mahabarata dan Ramayana. Macam-macam boneka dibedakan atas: boneka jari (dimainkan dengan jari tangan), boneka tangan (satu tangan memainkan satu boneka), boneka tongkat seperti wayang-wayangan, boneka tali sering disebut marionet (cara menggerakkan melalui tali yang menghubungkan kepala, tangan, dan kaki), boneka bayang-bayang (shadow puppet) dimainkan dengan cara mempertontonkan gerak bayang-bayangnya. Keuntungan menggunakan boneka adalah: efisien terhadap waktu, tempat, biaya, dan persiapan; tidak memerlukan keterampilan yang rumit; dapat mengembangkan imajinasi dan aktivitas anak dalam suasana gembira. Agar penggunaannya menjadi efektif, maka harus memperhatikan hal-hal: merumuskan tujuan pengajaran secara jelas, didahului dengan pembuatan naskahnya, lebih banyak mementingkan gerak ketimbang verbal, dimainkan sekitar 10-15 menit, diselingi dengan nyanyian, ceritera disesuaikan dengan umur anak, diikuti dengan tanya jawab, siswa diberi peluang memainkannya.
  

KESIMPULAN
Secara umum, manfaat media dalam proses pembelajaran adalah dapat memperjelas penyampaian pesan agar tidak bersifat verbalistis (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan), mengatasi keterbatasan ruang, waktu, daya indra: objek kecil, dapat mengatasi sifat pasif anak didik, mempersempit konsep yang terlalu luas: beragam, menyamakan pengalaman dan persepsi, dapat menampilkan peristiwa masa lalu lewat film, menimbulkan rangsangan dan motivasi siswa untuk belajar mandiri sesuai kemampuan dirinya, dapat berinteraksi secara langsung antara anak didik dan lingkungan.


STRATEGI PENYIMPANAN BAHAN KIMIA

PENDAHULUAN

Alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan di laboratorium IPA memerlukan perlakuan khusus sesuai sifat dan karakteristik masing-masing. Perlakuan yang salah dalam membawa, menggunakan dan menyimpan alat dan bahan di laboratorium IPA dapat menyebabkan kerusakan alat dan bahan, terjadinya kecelakaan kerja serta dapat menimbulkan penyakit. Cara memperlakukan alat dan bahan di laboratorium IPA secara tepat dapat menentukan keberhasilan dan kelancaran kegiatan.
Bahan yang digunakan dalam kegiatan di laboratorium IPA dapat berupa bahan kimia, bahan alami (berupa benda dan makhluk hidup). Bahan kimia yang berbahaya dengan ciri mudah terbakar, mudah meledak, korosif dan beracun. Contoh bahan kimia berbahaya seperti asam khlorida, asam sulfat dan asam phosphat. Bahan kimia yang kurang berbahaya seperti aquadest, amilum, yodium dan gula.
Cara menyimpan bahan laboratorium IPA dengan memperhatikan kaidah penyimpanan, seperti halnya pada penyimpanan alat laboratorium. Sifat masing-masing bahan harus diketahui sebelum melakukan penyimpanan, seperti :
1.      Bahan yang dapat bereaksi dengan kaca sebaiknya disimpan dalam botol plastik.
2.      Bahan yang dapat bereaksi dengan plastik sebaiknya disimpan dalam botol kaca.
3.      Bahan yang dapat berubah ketika terkenan matahari langsung, sebaiknya disimpan dalam botol gelap dan diletakkan dalam lemari tertutup. Sedangkan bahan yang tidak mudah rusak oleh cahaya matahari secara langsung dalam disimpan dalam botol berwarna bening.
4.      Bahan berbahaya dan bahan korosif sebaiknya disimpan terpisah dari bahan lainnya.
5.      Penyimpanan bahan sebaiknya dalam botol induk yang berukuran besar dan dapat pula menggunakan botol berkran. Pengambilan bahan kimia dari botol sebaiknya secukupnya saja sesuai kebutuhan praktikum pada saat itu. Sisa bahan praktikum disimpam dalam botol kecil, jangan dikembalikan pada botol induk. Hal ini untuk menghindari rusaknya bahan dalam botol induk karena bahan sisa praktikum mungkin sudah rusak atau tidak murni lagi.
6.      Bahan disimpan dalam botol yang diberi simbol karakteristik masing-masing bahan.
Laboratorium adalah bagian integral dari bidang akademik (bukan bagian dari rumah tangga atau administrasi), maka manajemen laboratorium perlu direncanakan seiring dengan perencanaan akademik (program dan anggarannya). Peranan laboratorium sangat besar dalam menentukan mutu pendidikan karena laboratoriumlah yang menghasilkan karya-karya ilmiah yang membanggakan, yang tak dapat dihasilkan oleh institusi lainnya. Sehingga bagi perguruan tinngi yang bermutu, laboratorium menjadi bagian yang dikedepankan.
Manajemen laboratorium, dalam hal ini manajemen mutu, harus didesain untuk selalu memperbaiki efektifitas dan efisiensi kerjanya, disamping harus mempertimbangkan kebutuhan semua pihak yang berkepentingan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan manajemennya adalah sumber daya manusia, sarana dan prasarana dan penggunaan laboratorium. 

ISI
Tata cara pengaturan dan penyimpanan bahan kimia di laboratorium merupakan bagian yang sangat penting. Ini karena bahan kimia cenderung mempunyai potensi bahaya, baik itu mudak terbakar, meledak, reaktivitasnya maupun bahaya lain. Dengan demikian, mau tak mau kita harus mengenal terlebih dahulu bahan kimia tersebut.
Beberapa hal penting tersebut memang harus diperhatikan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada bahan kimia. Terlebih lagi bahan kimia merupakan bagian dari sebuah riset sehingga jangan sampai berpengaruh pada hasil riset. Data hasil riset haruslah mempunyai tingkat akuraritas yang tinggi, dalam arti kata tetap presisi dan tidak bias.
Cara pengaturan dan penyimpanan bahan kimia didasarkan atas sifat fisik dan sifat kimia bahan.  Pengaturan tersebut harus memperhatikan kondisi operasional bahan kimia seperti :
·         Kontrol temperatur
·         Perbandingan dan konsentrasi reaktan  
·         Kemurnian bahan  
·         Viskositas media reaksi
·         Kecepatan penambahan bahan
·         Pengadukan
·         Tekanan reaksi atau distilasi
·         Bahaya radiasi
·         Bahaya padatan yang reaktif
Pengaturan penyimpanan bahan kimia adalah suatu hal yang tidak bisa kita abaikan setiap bahan kimia mempunyai sifat fisika dan kimia yang berbeda seperti misalnya :
1.      Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 
2.      Reaksi dekomposisi
3.      Komposisi, struktur & reaktivitas kimia
4.      Bahan-bahan kimia tidak kompatibel


1.      Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
Secara rinci, klasifikasi Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) diatur dalam PP No. 74 Th 2001 tentang Pengelolaan B3. Klasifikasi tersebut sebagai berikut :
  • Mudah meledak (explosive
  • Mudah menyala (flammable
  • Pengoksidasi (oxidizing
  • Berbahaya (harmful) 
  • Korosif (corrosive) 
  • Bersifat iritasi (irritant) 
  • Beracun (toxic) 
  • Karsinogenik 
  • Teratogenik 
  • Berbahaya bagi lingkungan
2.      Reaksi dekomposisi
Hasil reaksi dekomposisi suatu senyawa bisa menjadi dua atau lebih dan bisa jadi dekoposisi/pemisahan ini terurai menjadi senyawa yang berbeda dengan senyawa sebelumnya. Jenis reaksi ini bisa berjalan lambat dan bisa pula berjalan cepat.

3.      Komposisi, Struktur & Reaktivitas Kimia
Ketidakstabilan atau reaktivitas kimia sering dihubungkan dengan strukturnya. Contoh:
·         CN2             ( senyawa diazo ) 
·         C – NO         ( senyawa nitroso )
·         C – NO2        ( senyawa nitro )
Reaktivitas senyawa tersebut sangat tergantung dari beberapa faktor sehingga yang harus diperhatikan adalah kondisi operasionalnya seperti :
·         Kontrol temperature
·         Perbandingan dan konsentrasi reaktan
·         Kemurnian bahan
·         Viskositas media reaksi 
·         Kecepatan penambahan bahan
·         Pengadukan
·         Tekanan reaksi atau distilasi
·         Bahaya radiasi
·         Bahaya padatan yang reaktif

4.      Bahan-bahan kimia tidak kompatibel (Chemical Incompatibility Matrix)
  • Identifikasi bahan di masing-masing lab.
  • Perhatikan MSDS 
  • Pahami prosedur penanganan
Pengaturan dan penempatan bahan kimia sebaiknya dipisahkan berdasarkan perbedaan klas bahaya. Sebagai contoh perlakuan masing-masing klas bahaya adalah sebagai berikut :
Jenis Asam
Ø  Pisahkan dari logam reaktif: sodium, potassium, dan magnesium.
Ø  Pisahkan asam pengoksidasi dengan asam organik dan bahan yang  flammable dan combustible. 
Ø  Asam asetat adalah cairan flammable.
Ø  Asam Nitrat dan HCl bisa ditaruh dalam tempat yang sama tetapi pada rak yang berbeda. Dapat membentuk gas Cl2 dan gas nitrosyl chloride yang toksik.
Ø  Pisahkan asam dengan bahan yang bisa menhasilkan toksik atau gas mudah terbakar apabila terjadi kontak dengan asam seperti: sodium sianida, besi sulfida dan kalsium karbida.
Ø  Pisahkan Asam dan Basa
Jenis Basa (Bases)
Ø  Pisahkan dari asam, logam, bahan mudah meledak, peoksida organik 
Ø  Jangan menyimpan larutan NaOH dan KOH dalam rak alumunium
Pelarut (Flammable dan combustible)
Ø  Simpan dalam kaleng dalam lemari solvent
Ø  Pisahkan dari asam peoksidasi dan oksidator lain 
Ø  Jauhkan dari sumber pembakar: panas, api dll
Pengoksidasi
Ø  Jauhkan dari materi yang combustible dan flammable
Ø  Jauhkan dari bahan pereduksi seperti seng, logam alkali, dan asam format
Sianida
Ø  Pisahkan dari larutan berair, asam dan pengoksidasi.
Bahan reaktif terhadap Air
Ø  Simpan di tempat dingin, kering yang jauh dari sumber air 
Ø  Siapkan Racun api kelas D didekatnya
Bahan Piroforik
Ø  Dalam kemasan asli, simpan di tempat yang dingin 
Ø  Berikan tambahan seal yang kedap udara
Light-Sensitive Chemicals
Ø  Simpan di botol gelap/berwarna dalam tempat dingin kering dan gelap.
Bahan pembentuk peroksida
Ø  Simpan di tempat kedap udara atau tempat penyimpanan bahan flamable 
Ø  Pisahkan dari pengoksidasi dan asam
Bahan Beracun
Ø  Simpan sesuai sifat bahan kimia penyusunnya 
Ø  Pergunakan sistem keamanan yang memadai
Semua cairan kimia berbahaya harus disimpan dalam tray (nampan) untuk meminimalkan efek karena tumpahan atau bocoran. Kapsitas tray harus 110% volume botol terbesar atau 10% dari agregat seluruh volume. Rak penampung disesuaikan dengan sifat bahan (cairan) yang disimpan dalam botol. Jangan menggunakan bahan alumunium. Approved corrosive storage cabinets berfungsi untuk untuk penyimpanan asam dan basa. Flammable storage cabinets berfungsi untuk menyimpan cairan flammable liquids.

  
KESIMPULAN
Alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan di laboratorium IPA memerlukan perlakuan khusus sesuai sifat dan karakteristik masing-masing. Perlakuan yang salah dalam membawa, menggunakan dan menyimpan alat dan bahan di laboratorium IPA dapat menyebabkan kerusakan alat dan bahan, terjadinya kecelakaan kerja serta dapat menimbulkan penyakit. Cara memperlakukan alat dan bahan di laboratorium IPA secara tepat dapat menentukan keberhasilan dan kelancaran kegiatan.
Manajemen laboratorium, dalam hal ini manajemen mutu, harus didesain untuk selalu memperbaiki efektifitas dan efisiensi kerjanya, disamping harus mempertimbangkan kebutuhan semua pihak yang berkepentingan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan manajemennya adalah sumber daya manusia, sarana dan prasarana dan penggunaan laboratorium.
  

Daftar Pustaka
Aridianto, Devo., 2010., Cara Penyimpanan Alat dan Bahan Laboratorium IPA. http://dovoav1997.webmode.com
Edukasi., 2011., Cara Memperlakukan Alat dan Bahan Di Laboratorium IPA., www.e-dukasi.net
Lansida., 2011., Penyimpanan Bahan Kimia yang Aman., http://lansida.blogspot.com
Universitas Pekalongan., 2011., Manajemen Laboratorium., www.unikal.ac.id